Keinginan generasi masa kini untuk memperoleh dan menghasilkan produk kreatif terkini telah tersedia tempatnya. Warga masyarakat Bandung kini memiliki Bandung Creative Hub (BCH) sebagai pusat simpul kreatif yang terlengkap dan tercanggih di Indonesia.
Pada 28 Desember 2017 yang lalu, telah diresmikan Bandung Creative Hub (BCH) sebagai pusat simpul kreatif yang terlengkap dan paling canggih di Indonesia. Menurut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, warga Bandung bisa mewujudkan imajinasinya di BCH yang dibangun dengan dana senilai Rp40 miliar ini.
“Warga Bandung tinggal bawa gagasan saja, urat oretan imajinasinya diwujudkan di sini. Nanti kalau berhasil kita bantu pasarkan sehingga menghasilkan nilai ekonomi, bukan saja kelas Indonesia tetapi kelas dunia,” tegas Ridwan Kamil.
BCH dibangun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif warga masyarakat kota Bandung. Ridwan Kamil percaya, bahwa hasil dari akumulasi industri kreatif akan membawa pertumbuhan ekonomi kreatif kota Bandung yang sangat besar. Walaupun beberapa bagian masih perlu penyempurnaan, sejumlah fasilitas sudah berfungsi. Ada beberapa fasilitas yang mesti berbayar seperti sewa computer atau mencetak hasil kreasi.
BCH dilengkapi berbagai fasilitas sehingga generasi millennial bisa mewujudkan mimpinya. Fasilitas yang tersedia di BCH antara lain berupa ruang kelas, perpustakaan, cafe, toko desain, galeri, bioskop, dan workshop atau studio yang dilengkapi dengan berbagai peralatan untuk berbagai sub-sektor, seperti fotografi, animasi, game, desain, musik, fashion, dan lainnya.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Dewi Kenny Kaniasari, di BCH terdapat lima lantai ditambah dengan basement dan rooftop yang memuat ruang-ruang dengan berbagai fungsi.
Di lantai berikutnya terdapat ruang teater dengan layar lebar dan panggung yang dapat digunakan untuk screening film, seni pertunjukan dan fashion show. Gedung berkelir dominan putih dengan ornament ragam warna itu juga memuat galeri seni, studio audio, studio produksi dan pasca produksi karya-karya digital seperti game dan animasi.
BCH juga dilengkapi ruang fotografi, ruang produksi desain dengan printer 3D, laser cutter, serta ruang-ruang kelas untuk workshop, pelatihan, atau pertemuan. Menurut Kenny Kaniasari, masing-masing ruang tersebut dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas sesuai dengan peruntukannya.
Selain itu, terdapat pula sebuah ruangan yang difungsikan sebagai kantor bersama dan tempat pertemuan lintas sub-sektor industri kreatif seperti Forum Desain Bandung, yang terdiri dari desainer profesional yang telah tergabung dalam asosiasi Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII), Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), dan Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI).
Di BCH juga terdapat sebuah ruang yang baru pertama kali ada di Indonesia, yaitu Bandung Design Archive (BDA). Ruangan ini semacam museum desain mini yang memuat berbagai arsip dan dokumentasi desain, terutama di Kota Bandung. “Pengelolanya masih terus aktif mengarsipkan berbagai data desain, terutama dalam format digital,” ujarnya.
JCH Kembangkan Komunitas Kreatif
Sebelum Bandung, rupanya Jakarta terlebih dahulu telah memiliki Jakarta Creative Hub (JCH). Terletak di Graha Niaga Thamrin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, JCH yang diresmikan pada awal Februari 2017 ini ramai dikunjungi orang dari berbagai kalangan. Menurut Bagian Administrasi Workshop, Paquita Sitompul, animo masyarakat luar biasa, dalam sehari bisa mencapai 100-150 pengunjung yang datang ke JCH.
JCH mempunyai fasilitas tiga ruang kelas (Classroom A, B, dan C), makerspace yakni ruangan berisi mesin produksi, co-office atau kantor bersama sebanyak 12 unit, masing-masing berukuran 12 meter persegi, perpustakaan, ruang meeting serta sebuah kafe.
Fasilitas JCH mendukung lima bidang usaha yakni kriya, fesyen, desain komunikasi visual (DKV), arsitektur dan desain produk. Di makerspace sendiri terdapat mesin-mesin seperti 3D printing, laser cutting, woodworking atau ruangan berisi mesin-mesin pengolah produk berbahan kayu, mesin jahit, mesin obras, vacuum forming.
JCH sebenarnya sebagai tempat bagi anak muda kreatif untuk belajar, kursus bengkel, tempat belajar dan kantor bersama dengan biaya bersubsidi. JCH merupakan wadah, sehingga aktivitas atau kegiatan datang dari masyarakat khususnya komunitas. Menurut Konsultan JCH, Leonard Theosabrata, bagi komunitas atau perorangan yang ingin beraktivitas di JCH harus menjadi rekan kerja terlebih dahulu. Rekan kerja ini bisa dua macam, yaitu rekan kerja institusi (RKI) dan rekan kerja perorangan (RKP).
Komunitas yang beraktifitas di sini nantinya akan berkontribusi baik untuk JCH maupun Pemda DKI Jakarta. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang menggunakan co-office JCH. Mereka yang menikmati fasilitas kantor dengan biaya sewa bersubsidi juga wajib punya kontribusi. “Misal ada seorang grafis desainer berkantor di sini, ia berkontribusi dengan mengadakan pelatihan di JCH. Jadi dia sudah dapat subsidi dan timbal baliknya dengan dia mengajar di JCH,” kata Leonard Theosabrata, beberapa waktu yang lalu.
Bagi mereka yang ingin menyewa co-office juga harus memenuhi persyaratan di antaranya, usaha berjalan maksimal tiga tahun, bukan perusahaan cabang dan bergerak di bidang industri kreatif. Maksimal sewa pun hanya satu tahun. Diharapkan selama satu tahun, pengusaha sudah mempu membangun jaringan dan pasar.
JCH pada dasarnya memberikan fasilitas bagi pelaku ekonomi kreatif demi membangun ekonomi kemasyarakatan. Pihak pemerintah daerah siap mendukung lewat bantuan akses permodalan juga pemasaran produk.
Sebenarnya kontribusi rekan kerja tidak hanya dilakukan di JCH saja, tapi juga bisa dilakukan di tempat lain. Rekan kerja bisa membantu Pemda untuk mengadakan pelatihan di rusun, RPTRA maupun tempat lain. Diharapkan kontribusi rekan kerja dapat mendorong peningkatan ekonomi kreatif anak muda generasi millennial yang dilakukan tidak hanya di JCH tapi juga di tempat lain seperti di rusun atau RPTRA. (Ahmad Jauhari)