ASEPHI didirikan dengan tujuan mengakomodir harapan dan aspirasi perajin, pengusaha handicraft dan mendorong jiwa kemandirian hingga menjadi pengusaha profesional yang tangguh sekaligus mendukung sukses program pembangunan ekonomi nasional.
Lahirnya ASEPHI dari pemikiran sederhana tetapi mulia, yakni untuk memperbaiki kesejahteraan hidup perajin dan pengusaha di bidang kerajinan di Indonesia. Deretan nama-nama penting yang merupakan tokoh ASEPHI, antara lain, Adnoes, Abdul Latief, Sebastian Tanamas, Rudy Lengkong, H. Sjahroel Sjamsoedin, Sukartono, Thamrin Bustami dan Muchsin Ridjan.
Tokoh-tokoh tersebut, memiliki pandangan yang sama, bahwa Indonesia dengan kekayaan budaya memiliki potensi yang amat besar di bidang kerajinan, namun baru seujung kuku yang bisa dioptimalkan serta tingkat kesejahteraan di sektor ini juga masih sangat memprihatinkan.

Kemudian, para tokoh ASEPHI tersebut membulatkan tekad, Indonesia harus memiliki kegiatan pameran kerajinan bertaraf internasional agar kesejahteraan pelaku di sektor kerajinan bisa meningkat. Memang, memulai sesuatu terkadang tak semulus seperti yang diharapkan. Bahkan tak jarang bila harus dibarengi aksi ‘berdarah-darah’ penuh pengorbanan. Begitu pula yang dirasakan ASEPHI sebagai penggagas hadirnya The Jakarta International Handicraft Trade Fair (Pameran INACRAFT) ketika pertama kali diselenggarakan pada April 1999 di Bidakara.
Sejak didirikan pada tahun 1975, ASEPHI telah melewati beberapa periode kepengurusan, yang memiliki lebih atau kurang memberikan pengalaman berharga dalam memutuskan kebijakan berikut. Era yang sulit secara politis dan ekonomi, telah membuat ASEPHI lebih bijaksana dalam menghadapi tantangan di depan.
Memasuki usia ke 50 Tahun, sebagai organisasi mandiri, ASEPHI secara aktif dan konsisten melakukan upaya untuk menjadi payung organisasi dalam mewujudkan misi dan visinya bagi para anggotanya secara khusus dan untuk pecinta kerajinan pada umumnya, melalui berbagai kegiatan internal dan eksternal yang telah menjadi agenda rutin, serta kegiatan lain dalam bentuk partisipasi dan dukungan ASEPHI untuk perubahan dan mandiri anggotanya di masa depan.
Dikutip dari buku Drs. H. Sjahroel Sjamsoedin berjudul ‘Berkarya Dalam Sunyi’ di situ dijelaskan, berdirinya ASEPHI pada tanggal 5 April 1975 yang di sponsori oleh Lembaga Pengembangan Ekspor Nasional (LPEN) yang waktu itu, dipimpin oleh Suryo Atmomo dan Rudy Lengkong sebagai sekretaris eksekutif.

Sjahroel selaku kepala bagian perencanaan LPEN dan dibantu Muchsin Ridjan mengusulkan perlunya dibentuk asosiasi para eksportir dan produsen kerajinan, lalu berdirilah ASEPHI. Sebagai ketua pertama terpilih Dra. Adnoes yang juga anggota DPR RI, pengurus lainnya Abdul Latief dan Sebastian Tanamas yang kemudian secara berturut-turut menjadi ketua ASEPHI.
Banyak cerita menarik tentang perjalanan ASEPHI dari awal terbentuknya sampai sekarang. Seperti yang diungkap Pieter Sumbung (pengurus ASEPHI Bidang Organisasi, Pelatihan dan Anggaran), sewaktu di LPEN, Sjahroel menjabat sebagai Kepala Pusat Kerajinan di LPEN, sebelumnya sebagai ITPC di Jeddah, kemudian balik ke LPEN sebagai kepala pusat kerajinan. Rudy Lengkong sebagai Kepala LPEN dari tahun 1980 sampai 1990 an. “Saya sebagai kepala seksi di bidang produk kerajinan, tapi waktu itu masih produk pasar, misalnya pasar Amerika pasar Eropa di LPEN,” ujarnya. Sebelumnya, lanjut Pieter, sudah ada, Suharmila sebagai kepala pusatnya kerajinan pertama di LPEN yang kantornya masih di Sarinah.
Menurut Pieter, awalnya ASEPHI belum begitu dikenal kemudian Sjahroel meminta saya untuk mencari data tentang ASEPHI karena harus punya asosiasi pembinaan. “Dulu ada namanya ASEPHI, coba cari tahu apakah itu masih ada, ucap Sjahroel kepada saya. Jadi, sebelum Rudy Lengkong memimpin, ASEPHI sudah ada,” jelasnya.
Waktu itu, Sjahroel sebagai Kepala Pusat Kerajinan meminta saya untuk mencarikan bahan-bahan mengenai ASEPHI. Karena LPEN sebagai pusat kerajinan, pembinaannya perlu melalui wadah asosiasi. Wadah ASEPHI ini saya cari-cari filenya kemudian ketemu. “Pak Sjahroel dulu Kepala Pusat Kerajinan, juga sebagai Kepala Seksi Umum. Kemudian terbentuklah kepengurusan ASEPHI yang baru, selain di pusat kita harus ke daerah juga membentuk ASEPHI di daerah. Waktu itu dibuat program oleh Sjahroel, kemudian Rudy Lengkong mengajak kami keliling sampai ke Sulawesi Tengah. Di Palu kita buatlah semacam cabang, habis dari Palu kami ke Jogja dan Solo. Waktu ke Jogja dan Solo kita mensosialisasikan bahwa ASEPHI akan dihidupkan kembali supaya bisa menjadi wadah pembinaan,” ucap Pieter.
Sementara itu, Sjahril Nazar (pengurus ASEPHI Bidang Organisasi, Pelatihan dan Anggaran) menjelaskan, yang melatarbelakangi ASEPHI memang tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh seperti Adnoes, Abdul Latief, Sebastian Tanamas, Rudy Lengkong, Sjahroel, Thamrin, dan Muchsin Ridjan. Merekalah yang mengilhami pameran INACRAFT dan adanya ASEPHI. “Dulu di LPEN ada namanya salah satu unit pusat pengembangan pemasaran hasil kerajinan. Dari unit inilah, bermulanya Pameran INACRAFT yang dulu namanya pekan kerajinan. Pekan kerajinan itu saya ingat, diselenggarakan di berbagai hotel-hotel di daerah dan pada, saat itu Rudy Lengkong sebagai sekertaris LPEN,” paparnya.
Terkait ASEPHI, menurutnya sudah ada sebelum ia masuk LPEN. “Saya masuk LPEN tahun 1976, berarti sebelum saya ASEPHI sudah ada karena ASEPHI terbentuknya tahun 1975. Tapi dulu pamerannya namanya pekan kerajinan, Craft Week yang merupakan cikal bakal Pameran INACRAFT,” ucap Sjahril.
Setelah banyak pegawai LPEN yang pensiun, lanjutnya, seperti Rudy Lengkong, Sjahroel, Thamrin, Muchsin, Pieter, dan Sukartono, akhirnya mereka aktif di ASEPHI. “Jadi apa yang diceritakan Pieter tadi itu memang begitu. Pameran yang sebelumnya diselenggarakan oleh LPEN itu dibawa ke ASEPHI dan nama pameran diubah namanya menjadi Pameran INACRAFT, yang awalnya pekan kerajinan,” imbuh Sjahril.
Dulu, lanjutnya, dibagian perencanaan LPEN ada Sjahroel dan Muchsin Ridjan. Mereka selevel, tapi kemudian Sjahroel pindah menjadi kepala seksi lalu berangkat ke Jeddah sebagai ITPC dan Muchsin dilantik menjadi anggota DPR RI. “Jadi Sjahroel dan Muchsin sebelumnya sudah ada di BPEN sebelum ke ASEPHI,” ujar Sjahril.
Pertamakali ASEPHI mengadakan semacam Munas di Manggala Wanabakti di Kementerian Kehutanan, terpilih Adnoes sebagai Ketua Umum ASEPHI, kemudian berikutnya Abdul Latief, lalu Sebastian Tanamas, kemudian Rudy Lengkong. Karena asosiasi ASEPHI berazaskan kekeluargaan, maka perpindahan pimpinannya selalu diawali secara musyawarah mufakat dan dipilih secara aklamasi langsung. “Misalnya, dari Rudy Lengkong ke Thamrin didelegasikan secara aklamasi. Sebelumnya juga seperti itu, dari Sebastian Tanamas ke Rudy Lengkong,” tutur Sjahril.

Sementara itu, DR. Muchsin Ridjan, SE, MM, Ketua Umum BPP ASEPHI periode 2019-2024 dan 2024-2029 memaparkan, awal pameran yang dibuat LPEN namanya pekan kerajinan dan biasa diadakan di semua daerah. Setelah dari situ, baru terpikir kenapa tidak diadakan secara nasional yag dilaksankan oleh ASEPHI. “ASEPHI melakukan pameran pertama tahun 1998 tapi gagal karena krisis ekonomi, baru di tahun 1999 pamerannya bisa terlaksana di Bidakara,” jelasnya.
Muchsin melanjutkan, nama Pameran INACRAFT muncul saat diadakan rapat bersama. Di dalam rapat tersebut, Saputra dari BPD ASEPHI Jawa Timur mengusulkan nama INACRAFT sebagai nama pamerannya dan seluruh yang hadir dalam rapat tersebut menyetujuinya. Dijelaskan, arti INACRAFT adalah Indonesian Craft.
Di sisi lain, Dewi Sjafitri (Pengurus Bidang Kerjasama Regional Internasional) menjelaskan, kalau cerita tentang Pameran INACRAFT mungkin sudah banyak didengar tapi nama Sjahroel memang tidak pernah terekspos, “Jadi Bapak Sjahroel memang tidak pernah mau namanya itu disebut di mana-mana. Kalaupun misalnya orang bertanya, dia ada atau tidak ada biar hanya Allah yang tahu. Mungkin ada yang dia buat itu satu buku sebelum meninggal. Dia sudah buat buku hanya belum belum sampai dipublish. Ketika sudah meninggal, kami sebagai ahli warisnya membuatkan tulisannya itu menjadi satu buku yang sudah didistribusikan melalui Toko Buku Gramedia dengan judul “Berkarya Dalam Sunyi.” Biarlah karyanya itu didengar di langit bukan di bumi gitu, jadi saya mengaminkan apa yang menjadi kehendak beliau walaupun tidak berkenan disebut namanya,” ungkapnya.
ASEPHI berkembang maju ketika dilaksanakan Pameran INACRAFT yang rencananya di tahun 1998 tapi di tahun itu terjadi kerusuhan jadi mundur di tahun 1999 dan project officer (PO) yang ditunjuk adalah Thamrin Bustami.
Sebagai salah satu tokoh ASEPHI, Thamrin satu-satunya orang Indonesia yang punya gelar Master untuk bidang MICE di bidang pameran. Sekolahnya sampai ke Jenewa. Pada waktu itu ada tiga orang yang terpilih di Indonesia, dari ketiga itu yang lolos hanya Thamrin. Ketika Sjahroel melihat bahwa Thamrin memiliki talent dan punya pendidikan di bidang MICE, Ia didaulat menjadi project officer (PO) pertama Pameran INACRAFT di tahun 1998. ASEPHI memiliki master MICE internasional lulusan Jenewa. Ketika akan digelar pameran, masuklah Rudy Lengkong karena beliau sudah pensiun dan diminta untuk in charge di ASEPHI. Sebelumnya ada Adnoes, Abdul Latief kemudian ada Sebastian Tanamas yang jadi ketuanya.
Memasuki usia ke-50 tahun, sebagai organisasi mandiri, ASEPHI telah secara aktif dan konsisten melakukan upaya untuk menjadi payung organisasi dalam mewujudkan misi dan visinya bagi para anggotanya secara khusus dan untuk pecinta kerajinan pada umumnya, melalui berbagai kegiatan internal dan eksternal yang telah menjadi agenda rutin, serta kegiatan lain dalam bentuk partisipasi dan dukungan ASEPHI untuk perubahan dan mandiri anggotanya di masa depan. (Achmad Ichsan)