Batik merupakan salah satu kekayaan dari kebudayaan asli Indonesia. Batik juga telah ditetapkan dan diresmikan oleh UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia. Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan batik, pemerintah telah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Batik sudah menjadi ciri khas yang dapat mempersatukan rakyat Indonesia. Bahkan di acara kenegaraan, para pemimpin negara sering menggunakan batik sebagai pakaian resmi mereka. Warga masyarakat Indonesia yang hadir pada acara pernikahan pun hampir semuanya memakai batik. Di kampus atau sekolah, para mahasiswa dan para siswa juga marak memakai pakaian batik yang biasanya dikenakan khusus pada hari Jumat.
Selain memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri, industri batik Indonesia juga berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. Menilik catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), nilai ekspor kain batik dan produk batik pada 2016 mencapai US$149,9 juta dengan pasar utamanya, yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
“Data di atas menunjukkan bahwa industri batik memang berperan penting bagi penggerak perekonomian nasional melalui pertumbuhan wirausaha, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa negara,” papar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam acara Gelar Batik Nusantara 2017 yang diselenggarakan oleh Yayasan Batik Indonesia, di Jakarta.
Industri batik telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah lingkungan seiring semakin meningkatnya penggunaan zat warna alam pada kain wastra tersebut. Hal ini juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi tinggi. Bahkan, pengembangan zat warna alam turut mengurangi importasi zat warna sintetis. Kehadiran batik warna alam mampu menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar saat ini.
Apalagi, perdagangan produk pakaian jadi di dunia yang mencapai US$442 miliar menjadi peluang besar bagi industri batik nasional untuk meningkatkan pangsa pasar, mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah (Dirjen IKM) Kemenperin, Gati Wibawaningsih, menyampaikan, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kualitas dalam pengembangan industri batik nasional, antara lain program peningkatan kompetensi SDM, pengembangaan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan, serta promosi dan pameran. “Program ini diberikan kepada para perajin dan pelaku usaha batik untuk meningkatkan daya saing dan kapasitas produksinya,” jelasnya.
Sementara itu, ungkap Gati lagi, terkait upaya pengembangan industri batik nasional secara berkelanjutan, diperlukan regenerasi perajin batik. Pasalnya, sebagian besar pembatik di Indonesia telah berusia di atas 40 tahun, sedangkan generasi muda perajin batik masih terbatas. “Regenerasi menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan industri batik,” sarannya.
Kemenperin bersama pemangku kepentingan lain terkait gencar melakukan sosialisasi dan memberikan edukasi tentang keterampilan membatik kepada generasi muda mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. “Kita harus dapat meyakinkan kepada para generasi muda bahwa profesi menjadi perajin batik atau bisnis di industri batik memiliki prospek yang menjanjikan,” lanjutnya.
Industri batik selama ini memiliki peran penting sebagai penggerak perekonomian regional dan nasional, penyedia lapangan kerja, serta penyumbang devisa negara. Kemenperin mencatat, pelaku usaha batik di Indonesia didominasi oleh sektor IKM yang tersebar di 101 sentra yang sebagian besar tersebar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik mencapai 15 ribu orang.
Pada 2019, IKM Kemenperin menargetkan akan melahirkan 20.000 wirausaha baru, karena suatu negara dapat disebut negara maju jika memiliki dua persen wirausaha dari populasi penduduk. Sementara itu, Indonesia baru memiliki separuhnya. (Achmad Ichsan)