Menenun sarung memang sudah membudaya di kalangan kaum perempuan di Flores. Bahkan, ada ungkapan bahwa perempuan yang mengenakan sarung indah buatan sendiri menandakan kebesaran dan kematangan pribadi perempuan tersebut. Jika sarung indah itu merupakan pinjaman, biasanya orang akan menertawakannya.
Tradisi pembuatan tenun ikat di masyarakat Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi baik teknik pembuatan maupun nilai dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Bagi masyarakat di Flores, tenun ikat bukan sekadar busana yang dikenakan sehari-hari ataupun suvenir, tetapi juga berfungsi sebagai penanda identitas etnis dan belis atau mahar perkawinan.
Dalam tradisi masyarakat di sana, saat pernikahan, seorang pria akan memberikan belis berupa gading gajah, sedangkan pihak perempuan akan menyerahkan selembar tenun ikat yang dibuat secara tradisional. Selain itu, tenun ikat juga berfungsi sebagai bekal kubur yang disertakan pada seseorang yang meninggal dan dibawa ke liang lahat.
Beragamnya fungsi dan banyaknya permintaan tenun ikat membawa banyak perubahan dalam proses pembuatannya. Selain pewarna sintetis, kini benang rayon juga digunakan sebagai bahan baku tenun ikat. Tenun ikat Flores dibuat dengan bahan dasar benang dari kapas yang dipilin oleh penenunnya sendiri. Benangnya kasar dan dicelup warna biru indigo. Kain dihiasi dengan ragam hias bentuk geometris dengan warna yang cerah dan mencolok.
Pembuatan desain tenun ikat di Flores dilakukan dengan mengikat benang-benang lungsi. Pekerjaan ini berlangsung berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Pencelupan sering kali dikerjakan satu per satu untuk setiap bakal kain sarung, meskipun juga dilakukan sekaligus untuk beberapa buah kain sarung.
Ketika kerajaan-kerajaan kecil di Flores masih ada, sejumlah orang bekerja sebagai pembuat tenun untuk kebutuhan kalangan raja-raja di istana. Jika dahulu ada pembedaan pakaian adat berdasarkan status sosial, sekarang tidak lagi. Saat ini, tenun dibuat untuk dijual ke pasaran, lalu dijual lagi kepada mereka yang membutuhkan. Pesanan dengan kualitas khusus masih dilayani dengan harga khusus pula.
Tenun Ikat Khas Adonara
Tenun ikat asli asal Pulau Adonara, misalnya, merupakan tenun ikat terbaik di Flores Timur. Kain ini dibuat dengan 90% bahan dari alam berupa kapas yang dipintal dan ditenun dengan tangan manusia dan peralatan tradisional. Bahan benang sutra sebanyak 10% digunakan untuk mempercantik kain tersebut. Pewarnaannya juga menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar tempat tinggal.
Kwatek (untuk perempuan) dan Nowi’n (untuk laki-laki) merupakan tenunan tradisional asal Adonara. Tenunan Adonara ini memiliki ciri umum, yakni terdapat variasi lebih dari tiga benang dan ukiran motif yang hanya berada di bagian atas dan bawah sarung. Satu lagi yang membedakan kwatek Adonara dengan kwatek lain ialah penggunaan benang yang dibuat sendiri dari kapas sebagai campuran bahan baku utama dari benang.
Kwatek dan Nowi’n berbeda dari segi motif dan warna yang digunakan. Kwatek lebih beragam dalam variasi warna dan motif, sedangkan Nowi’n lebih simpel. Meskipun satu digunakan oleh perempuan dan yang satu lagi digunakan oleh laki-laki, dalam penyebutan, untuk mempermudah tetap digunakan kata Kwatek yang menunjukkan tenunan tradisional Adonara.
Tenunan tradisional ini sampai sekarang masih digunakan dalam keseharian masyarakat Adonara meskipun mulai menurun akibat perkembangan mode yang didukung oleh kelancaran arus barang dan jasa serta berkurangnya minat dalam penggunaan Kwatek. Namun pada acara ataupun pesta adat, Kwatek masih tetap digunakan karena merupakan sebuah keharusan, misalnya dalam tarian, pesta pernikahan, upacara kematian, dan upacara adat lain yang bukan pesta.
Tenun Adonara juga berbeda-beda dari segi bahannya. Tenunan yang disebut Sunter’a ini terbuat dari campuran sutra dan benang buatan sendiri dari kapas. Tenunan ini hanya dimiliki oleh suku-suku tertentu yang disebut Ata Kebe’len (bangsawan), dan hanya digunakan saat upacara adat tertentu. Selanjutnya, ada Kwatek Kiwane yang terbuat dari kapas asli dengan pewarna alami. Terakhir, ada Kwatek yang terbuat dari campuran benang buatan sendiri dan benang produksi pabrik.
Untuk Kwatek Kiwane (asli), proses pembuatannya bisa memakan waktu selama sebulan, serta tergantung musim berbunga dari pewarnaanya (keroke) dan tentunya musim berbuah kapas. Untuk Kwatek biasa, pembuatannya sekitar satu minggu. Kain-kain tersebut dijual mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah tergantung jenis benang dan motif kain. Yang termahal ialah tenun dari benang sutra yang biasanya dijual di atas Rp1 juta. (Agus Sukmadi)