Setiap karya seni mempunyai latar belakang penciptaan karya, berbagai material karya seni juga membuat karya mempunyai latar belakang penciptaan berdasarkan materialnya. Lukisan sebagai dasar berpikir visual, memberi tanda bahwa gambar yang terpajang memiliki ciri khasnya tersendiri dengan cara berpikir penciptanya. Akurasi berpikirlah yang akhirnya menjadikan karya seni mendapatkan subyek pemikirannya sebagai sudut pandang.
Melalui hal itulah pameran Emerging Echoes, dengan seniman yang berpameran Agustan dan Firma Summa, dilaksanakan pada tanggal 31 January sampai 30 April 2025. Bertempat di Art Space, Artotel Lobby level, Artotel Senayan, Jakarta. Sekitar 12 karya terpajang di ruang pamer.
Pameran berdua ini memberi peluang-peluang untuk membuat interpretasi atas karya mereka. Selain itu perbedaan keduanya yang membuat pameran ini menjadikan karya dalam ruang pamer harus diadaptasi penjelasannya lewat seniman. Bagaimana mereka berkarya dan menggunakan konsep karya sebagai mata pisau untuk membedah karya secara keseluruhan.
Menurut Agustan, salah seorang pelukis yang berpemeran, orang atau manusia dengan kondisi di era modernisasi saat ini mengalami pengikisan esensi sebagai makhluk sempurna ciptaan Tuhan. Apa yang dilihat hanya sebuah citraan sedangkan di dalam mengalami kekosongan. Sehingga manusia bukan lagi orang tapi orang-orangan, mainan tanpa jiwa dan hati nurani.
“Konsep tau-tau, konsep manusia dalam bahasa Bugis, ini mengalami chaos, berdialektika dengan segala kondisi hingga ia menjadi luas untuk melihat segala bentuk aktivitas manusia. Tau-tau tidak lagi sebatas bentuk kritik tetapi melihat lebih ke dalam masih ada subjek manusia yang memanusiakan manusia. Tau-tau bisa menjadi citra dan mampu juga menjadi manusia itu sendiri,” ungkap Agustan dalam pesan elektroniknya setelah pembukaan (31/1). *