Pandemi Covid-19 hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat di seluruh kalangan. Pemerintah maupun masyarakat mulai memahami akan bahaya satu virus yang melumpuhkan seluruh aktivitas perekonomian. Tidak hanya Indonesia, secara global, seluruh negara di dunia pun masih terus melakukan upaya pemulihan hingga sehingga aktivitas kembali bergeliat. Di Indonesia sendiri, pariwisata menjadi salah satu dari sekian banyak sektor yang mendapatkan sorotan. Karena triliunan rupiah “hilang” selama pandemi Covid-19 berlangsung. Begitu juga yang dialami para pekerja UMKM.
Data yang dirilis PHRI pada 2020, sekitar 6 juta tenaga kerja pariwisata terkena dampak pandemi Covid-19. Adapun Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per 2020 terdapat 2,6 juta tenaga kerja pariwisata terdampak pandemi. “Sekitar satu juta tenaga kerja menganggur penuh/berpindah ke sektor lain. Sekitar 1,2 juta mengalami pengurangan jam kerja/dibayar setengah/setengah menganggur. Sisanya sekitar 400 ribu tenaga kerja pariwisata formal beralih ke tenaga kerja pariwisata di sektor informal,” papar Koordinator Pariwisata Direktorat Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Istasius Angger Anindito, Rabu (27/10).
Managing Partner PT Pharma-Pro International, Paulina Lo mengakui adanya “dugaan” respon dari pelaku usaha di bidang MICE. Mulai dari PHK atau merumahkan sebagian/seluruh karyawan, khususnya mereka yang berstatus honorer/tidak tetap. Juga melakukan pemotongan gaji dan fasilitas lain. “Mereka ada yang menjalin partner dengan perusahaan berbasis IT, mencari klien di industri lain yang membutuhkan jasa serupa, atau beralih ke bidang jasa usaha lain,” katanya di tengah ratusan peserta Seminar Nasional Riset Terapan ke-10 (SNRT X) Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Jakarta.
Ya, adaptasi usaha memang menjadi pilihan supaya bisnis tidak tergerus dan tetap bertahan. Seperti yang dilakukan Pertamina Lubricants dalam menghadapi Covid-19. Menurut pengakuan Vice President Sales & Marketing for Domestic Industry PT. Pertamina Lubricants, Abdul Hafid Rasjid terjadi penurunan volume penjualan, suplai bahan baku yang terbatas, dan aktifitas produksi yang terbatas selama pandemi melanda di Indonesia.
“Beberapa program yang pada akhirnya dilakukan oleh kami adalah distributorship enhancement, outlet management, aggressive sales promo, powerful marketing intelligence, customer relationship management, digitalization & business process improvement, marketing/brand equity, dan grow new business,” paparnya.
Sedangkan dalam rangka mempercepat transisi Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi, lanjut Hafid, pariwisata dan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan mempercepat orientasi produk lokal/UMKM di sektor pariwisata ke platform online. Dengan tujuan menyerap permintaan pasar domestik dan global. Ini pula yang sedang dilakukan dalam rangka pemulihan dan pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pasca pandemi Covid-19 sebagai harapan baru bangsa. “Kebijakan PPKM dan Program Vaksinasi Nasional diambil untuk menekan jumlah penambahan kasus harian baru,” timpa Angger kembali.
Kasus Covid-19 yang memuncak pada periode Juli-Agustus 2021 silam, diakui Angger, beberapa pekan terakhir relatif terkendali. Dengan demikian, sinyal pemulihan mulai terlihat di minggu keenam PPKM. Pemulihan terjadi pada semua kelompok pendapatan, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan menengah yang cukup resilient selama PPKM Darurat. Pemulihan daya beli dan konsumsi masyarakat terjadi di triwulan 2-2021 diharapkan berlanjut hingga triwulan keempat 2021. Tentu saja sejalan dengan penanganan pandemi yang lebih baik, sehingga mendorong pemulihan ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2021.
“Pada September 2021, okupansi hotel bintang tiga ke atas sudah menyentuh angka 60-70%, salah satu alasan adanya pemesanan ruangan untuk kegiatan MICE yang meningkat. Walau demikian, pembukaan tetap diiringi dengan aturan ketat seperti pengunjung wajib vaksin dan scan peduli lindungi, pembatasan jumlah orang dalam ruangan, dan pengambilan makanan di tempat prasmanan harus dilayani petugas,” tutupnya.
Seperti diketahui, saat ini sudah ada beberapa kegiatan yang semula dengan model virtual, sedikit demi sedikit dilaksanakan secara hybrid (penggabungan model online dan offline). Diimpikan oleh para pengelola suatu destinasi dengan keramaian wisatawan. Hal ini tentu menggeliatkan para penjual souvenir, penjaja kuliner daerah, termasuk pameran produk yang diminati para wisatawan. Termasuk pengelola hotel serta homestay yang kembali dapat menyewakan jasa akomodasi. (Firman Syah)