Muhamad Chatib Basri merupakan ekonom dan akademisi yang aktif mengemukakan opini mengenai isu-isu terkini lewat media sosial. Seorang ahli di bidang perdagangan internasional, ekonomi makro dan ekonomi politik, Dosen Senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEBUI) ini sekarang aktif memberikan perspektif menarik soal bagaimana kita bisa menyikapi dampak COVID-19 yang kini sudah menjadi pandemi. Chatib Basri pun memaparkan tentang posisi industri kreatif di tengah ancaman pandemi serta peluang apa yang akan datang di masa depan. Berikut ini petikannya :
Anda pernah bilang bahwa “Industri kreatif akan memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi kedepan.” Lalu bagaimana dampak langsung COVID-19 pada industri kreatif? Terlebih jika periode waktu wabah ini masih tidak bisa dipastikan?
Kita harus melihat issue ini dalam beberapa stages. Jika melihat situasi kita sekarang, pemerintah sedang menjalankan yang disebut sebagai social distancing. Kalau mengimplementasikan social distancing, maka itu implikasinya adalah kita akan menghindari keramaian, jadi aktivitas-aktivitas yang sifatnya interaksi langsung pasti akan berkurang. Kemudian ketika membicarakan soal industri kreatif yang cakupannya meliputi performance hingga digital technology, saya bisa membayangkan dengan social distancing, akan banyak performance offline yang dibatalkan.
Jadi implikasi yang pertama dari social distancing adalah semua aktivitas industri kreatif yang membutuhkan interaksi fisik itu akan batal atau berkurang, dan akan berpindah menjadi online.
Seberapa besar interaksi online ini bisa mengkompensasi aktivitas yang secara fisik harus interaktif?
Kalau bisa fully compensated, maka industri kreatif tidak akan affected. Masalahnya, ada beberapa yang kita tidak mungkin lakukan. Misalnya, kenapa orang masih datang ke bioskop? Karena efek psikologis dari menonton di Netflix dengan di bioskop itu berbeda. Dulu orang selalu bilang bahwa dengan adanya video, bioskop akan mati. Namun faktanya tidak seperti itu. Orang akan tetap datang ke bioskop karena memang ada segmentasi pasar di situ, mungkin lewat social interaction atau viewing experience yang berbeda, jadi itu tidak bisa sepenuhnya diganti.
Dalam situasi seperti sekarang, saya melihat kalau industri kreatif yang berhubungan dengan performance itu mungkin akan less affected karena bisa diubah menjadi digital. Walaupun mungkin tingkat kepuasannya untuk audience tidak akan sama.
Jadi kalau di industri kreatif, apalagi yang menyangkut soal performance, saya kira akan sedikit berkurang, tetapi tidak secara total. Tapi kalau industri media, yang sudah banyak versi digital, pasti tidak akan affected. Beda misalnya dengan industri pariwisata, apalagi ketika ada himbauan social distancing orang-orang pasti tidak akan berpikiran ke sana, maka industri pariwisata itu pasti mati.
Melihat hal ini, apa yang bisa disimpulkan dari cara kerja industri kreatif saat ini? Apakah memang bentuk industri kreatif saat ini tidak dipersiapkan dan rentan akan perubahan global yang drastis, seperti adanya wabah pandemi?
Kita harus melihat bahwa pandemi ini bukan fenomena yang terjadi di setiap hari. Kita tentu tidak bisa adjust business model dengan sesuatu yang terjadinya seratus tahun sekali. The last pandemic was the Spanish Flu in 1918, sekitar seratus tahun lalu. Sebelumnya itu waktu gunung Tambora meletus yang menimbulkan penyakit kolera, sekitar dua ratus tahun yang lalu. Tentu industri kreatif tidak bisa menggunakan kondisi COVID-19 sekarang sebagai basisnya, ini outlier, bukan sesuatu yang normal.
Saya melihat bahwa kondisi seperti ini temporary, jadi seharusnya tetap saja berjalan dengan business model yang biasa karena ini suatu kejadian yang mungkin terjadi hanya seratus tahun sekali dalam sejarah. But one thing that we can learn from this experience adalah kita harus punya contingency plan karena pandemi itu bisa terjadi at any time.
Melihat pengalaman Anda bekerja di pemerintahan, kebijakan atau insentif seperti apa yang seharusnya diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak dari pandemi ini?
Saya adalah orang yang bilang bahwa yang mesti dilakukan pemerintah saat ini hanya dua hal. Satu adalah mitigating the COVID-19, semua itu fokus mengurus itu saja dengan social distancing. Yang penting growth penularannya menurun. Jadi yang mesti dilakukan adalah relocate funding to support hospitals dan lain sebagainya. Tapi ini less to do with the creative industry. Mungkin yang bisa dilakukan industri kreatif adalah dengan memberi dukungan lewat membuat iklan layanan masyarakat supaya orang itu bisa mengerti alasan di balik social distancing.
Yang kedua, ini berkaitan dengan apa yang bisa dilakukan. Menurut saya, karena orang itu pasti akan affected, jam kerja akan berkurang, bahkan mungkin ada beberapa orang kehilangan pekerjaan, maka di dalam short-term, government should provide cash transfer. Cash transfer itu orang dikasih uang bulanan.
Jadi daripada anggarannya dipakai untuk discount airfare dan hotel padahal tidak ada orang yang pergi, uangnya lebih baik dipakai untuk memberikan cash transfer. Jadi pekerja industri kreatif mungkin bisa dibantu terutama yang berkaitan dengan yang lower level. Tentu kalau middle-upper, tidak mungkin pemerintah bisa bantu.
Sumber : https://www.whiteboardjournal.com/