Batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia terus berkembang, baik motifnya yang makin cantik maupun warnanya yang kian beragam. Masyarakat pecinta batik juga makin menyenangi batik yang menggunakan perwarna dari bahan alami.
Penggunaan pewarna alami dari bunga, daun dan akar tumbuhan untuk pewarnaan batik menjadi tren seiring gencarnya kampanye pelestarian lingkungan. Menurut Dheni Nugroho, pemilik galeri Guru Batik di Yogyakarta, pada tahun terakhir ini menjadi puncak popularitas pewarna alami. Produk batik dengan pewarna alami mulai banyak bermunculan dan berkembang di mana-mana.
Pewarna alami seperti daun indigofera, akar mengkudu, teger, tingi, tanjung dan lain-lain banyak digunakan untuk mempercantik tampilan produk kain batik. Menurut Dheni Nugroho, agar proses pengerjaan pewarnaan batik menjadi lebih cepat perlu dipilih penggunaan pasta atau serbuk dari berbagai bahan pewarna alami tersebut.
Penerapan penggunaan pewarna alami pada kain batik tidak mudah dilakukan, untuk mengunci warna supaya tidak mudah luntur perlu dilakukan proses pencelupan sebanyak delapan hingga dua belas kali. Prosesnya yang sedikit rumit dan memerlukan waktu yang lebih lama, membuat harga kain batik warna alami menjadi lebih mahal.
Menurut Nuri Ningsih Hidayati, pemilik Marenggo, popularitas batik warna alami memang meningkat tajam pada tahun terakhir ini. Hal ini menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, di mana pasar sudah siap menerima produk batik yang ramah lingkungan.
Ciri khas batik warna alami adalah tampilan warnanya yang kalem dan lembut, warna yang disukai oleh kalangan tertentu. Pada saat ini, tren batik warna alami memang sedang “booming” di Indonesia. Sementara itu, harga pewarna alami lebih murah dibandingkan dengan pewarna kimia yang masih harus impor. Inilah yang menjadi alasan, mengapa sekarang banyak perajin batik yang memilih untuk memproduksi batik dengan pewarna alami.
Pewarna alami untuk bahan-bahan lokal, tidak perlu membeli karena bisa diperoleh dari kebun sekitar. Kalaupun harus membeli harganya relatif murah. Pewarna alam ini dibuat dari tumbuhan-tumbuhan, diantaranya daun mangga, kulit bawang, kulit manggis, serta bahan-bahan alami lain yang bisa diperoleh dari lingkungan sekitar.
Menurut Myra Widiono, Ketua Warlami, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal sekurangnya 75 jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sumber pewarna alami yang digunakan untuk pewarna tekstil. Salah satu tanaman penting dalam dunia pewarnaan kain tradisional (wastra) Indonesia adalah Nila (Indigofera tinctoria L.), Tarum (Indigofera arecta L.), Rengat (Indigofera marsdenia L.) yang menghasilkan warna biru.
Selain itu, batik warna alami memiliki keunikan tersendiri karena tidak bisa mengeluarkan warna yang sama persis satu sama lain. Hal itu yang membuat sebuah batik dengan pewarna alami menjadi eksklusif di setiap lembarnya. Selain memberikan nuansa warna yang lebih natural, pembuatan batik warna alam juga membutuhkan proses yang lebih rumit dan waktu lama ketimbang batik dengan pewarna sintetis. (Ahmad Jauhari)