Pameran “Subliminal Maya: In Flux and Forms of Being” adalah sebuah bentuk seni yang mengeksplorasi kedalaman psikologis, sosial, psikologis, sosial, dan spiritual yang terus berubah. Di tengah pusaran globalisasi, multipolaritas dan disrupsi digital, pemahaman kita tentang realitas bergeser, membuka ruang untuk pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang siapa kita. Makna spiritualitas di era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri era ini, dan bagaimana kita memposisikan diri kita di tengah arus perubahan dan transformasi yang tak terelakkan.
Setiap karya seni dalam pameran yang diadakan di Ruci Art Space dari tanggal 28 Mei – 29 Juni 2025 ini bagaikan sebuah cermin, merefleksikan diri kita sendiri dalam perubahan ini, mengungkap ketegangan transformasi, dan menguji potensi seni sebagai ruang dialog dan pendalaman yang lebih dalam. yang lebih dalam.
Pameran ini menampilkan tiga seniman muda – Khadir Supartini, Kuncir Sathya Viku, dan M.S. Alwi – tidak hanya memperkaya wacana seni rupa kontemporer dan global. Lebih dari itu, mengungkap makna yang mengalir dari pengalaman individu dan kolektif. Judul “Subliminal Maya” sendiri merupakan referensi implisit terhadap realitas berlapis, di mana permukaan yang terlihat-fisik karya seni mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam. Karya seni yang terlihat mengisyaratkan kebenaran yang lebih dalam atau ilusi yang sering kali tersembunyi, seperti bisikan dari alam bawah sadar.
Pembacaan terhadap karya-karya yang dipamerkan adalah sebuah produksi interpretasi, yang berusaha mengungkap lapisan-lapisan bawah sadar ini. Lapisan bawah sadar ini bukan sekadar keputusan estetis; pilihan para seniman yang disengaja dalam medium, skala, dan bentuk merupakan bagian integral dari upaya mereka untuk mengungkap “bentuk-bentuk eksistensi” yang tersembunyi di dunia yang terus-menerus “berubah” bergerak.
Sifat fisik dari karya seni tersebut, yaitu material, dimensi, dan bentuknya bukanlah kebetulan. Ini adalah media yang melalui konsep-konsep abstrak dari “realitas bawah sadar” dimanifestasikan secara fisik, memungkinkan kita untuk secara langsung terlibat dengan dengan proses dan kondisi eksistensi yang mendukungnya.
Konsep “In Flux” menangkap fluiditas dunia dan pergeseran identitas. Khadir Supartini mengeksplorasi kondisi mental dan emosional manusia melalui gaya ekspresionis, surealis, dan psikologikal dengan menggunakan kuas spontan dan warna-warna neon. Figur-figur manusianya yang sering kali terdistorsi berfungsi sebagai kritik sosial dan refleksi intim pada pengalaman batin universal. Kuncir Sathya Viku memadukan warisan budaya Bali dan spiritualitas ‘rerajahan’ tradisional dengan pop surealisme dan seni jalanan. Paletnya yang dinamis dan satir serta gaya ‘neo decora-magis’ menghidupkan kembali simbol-simbol leluhur.
“Forms of Being” mengungkap kebenaran bawah sadar yang tertanam dalam realitas dan konstruksi identitas. M.S. Alwi menggambarkan antara lain pengetahuan gaib Banda Neira dan mitos-mitos lokal, memadukannya dengan narasi global-seperti perang, kejahatan, fiksi ilmiah melalui artefak fiksi. Karyanya menantang narasi sejarah yang dominan dan membuka ruang bagi sejarah alternatif yang terpinggirkan.