Industri furnitur masih menjadi salah satu andalan dalam mendukung perekonomian nasional. Industri ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, dan dari tahun ke tahun pertumbuhannya berjalan dengan baik.
Data Kementerian Perindustrian memperlihatkan kinerja ekspor industri furnitur terus membaik. Tahun 2018 nilai ekspor industri furnitur nasional mencapai US$1,69 miliar. Secara rata-rata, industri furnitur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4 persen per tahun.
Industri furnitur nasional diperkirakan masih akan bertumbuh, mengingat Indonesia memiliki berbagai keunggulan misalnya dalam hal ketersediaan bahan baku dan sumber daya manusia. Seperti, potensi lahan hutan di Indonesia saat ini mencapai sekitar 120 juta hektar, dimana 12 juta diantaranya merupakan hutan produksi. Indonesia juga dikenal sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia dengan 312 jenis rotan yang bisa dimanfaatkan oleh industri.
Untuk merealisasikan pertumbuhan, industri furnitur dituntut untuk selalu melakukan inovasi dalam hal desain, teknologi, pemasaran, pengepakan hingga ke pelayanan purna jual demi memastikan kepuasan pelanggan. Di kawasan Asia, kinerja ekspor Indonesia masih jauh di bawah Vietnam yang saat ini berada di posisi ke-7. Ekspor furnitur dunia masih didominasi oleh China, diikuti Jerman, Italia, Polandia, dan Amerika Serikat.
“Industri furnitur kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan agar mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam. Indonesia sebenarnya memiliki banyak keunggulan tetapi kita masih belum memaksimalkan potensi industri furnitur. Kami dari asosiasi selalu optimis bahwa industri furnitur nasional bisa terus bertumbuh dan menunjukkan kinerja yang terus membaik dari tahun ke tahun,” ujar Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Soenoto.
Ia menyatakan, pertumbuhan industri furnitur nasional saat ini berkisar 5%-6% per tahun, sementara Vietnam bisa mencapai 16% per tahun. Untuk mengejar defisit 10% diperlukan upaya serius dari seluruh pihak baik dari pemerintahan maupun para pelaku industri. Soenoto menyatakan, para pelaku industri juga bisa menjalin kerjasama dengan negara lain untuk meningkatkan daya saing produk furnitur Indonesia, misalnya dengan China.
Sejalan dengan hal ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) diberitakan menawarkan peluang investasi industri furnitur kepada para pengusaha asal Guangdong dan Shandong. Ratusan pengusaha dari kedua provinsi di atas disebut tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Tengah.
Menurut Soenoto, investor asal China bisa membantu meningkatkan industri furnitur nasional, khususnya di sektor finishing. “Bermitra dengan China bisa menjadi salah satu jalan untuk memajukan industri furnitur kita. Namun kita tetap harus menjadi pemain inti dari sektor hulu. Kemitraan dengan para investor China bisa membuka peluang untuk menjalin kerjasama dengan jaringan bisnis global mereka,” terang Soenoto. (Achmad Ichsan)