Pengusaha jual beli tong-tong bekas belakangan ini beralih profesi sebagai perajin furnitur dan berbagai produk perlengkapan rumah yang mudah diproduksi dan untungnya pun terbilang lumayan.
Modal utama perajin ialah kreativitas. Berbekal kreativitas, seorang pebisnis kerajinan bisa mendulang sukses dalam menjalankan usahanya. Seperti halnya perajin Febrianto Sompi, pemilik Galeri Umah Tong di Cirebon, Jawa Barat. Galeri kerajinan tong bekas ini memproduksi furnitur dan berbagai aksesori rumah tangga yang menggunakan drum bekas sebagai bahan baku.
Febrianto yang biasa dipanggil Febri mengaku fokus menjual furnitur dari drum. Usahanya baru dimulai pada 2016 lalu. Memang pria baya itu bukan yang pertama menekuni usaha ini. Hanya saja, ia bersama rekannya bernama Noval terobsesi untuk memanfaatkan tumpukan drum bekas ini.
Setelah mendapat ide membuat furnitur, Febri lantas membeli dua drum bekas sebagai bahan uji cobanya. Mereka merancang dan mengerjakan karya pertama berupa satu set kursi dan lemari dengan menggunakan bahan dua drum bekas tersebut dalam waktu sebulan.
Setelah yakin dengan master piece produk kerajinan yang dibuatnya, Febri dan rekannya mulai serius menekuni bisnis ini. Mereka merogoh kocek untuk modal pertama sekitar Rp10 juta yang digunakan untuk membeli peralatan modifikasi drum tersebut. Perkakas yang dibeli, antara lain alat pemotong besi ukuran kecil dan besar, kompresor untuk mengecat, mesin las, dan peralatan lainnya.
Proses produksi furnitur ini diawali dengan memilih tong bekas yang kondisi platnya masih baik dengan ketebalan sekitar 1 hingga 1,2 mm. Kemudian, drum bekas dari pabrik dibersihkan. Tahap kedua ialah merancang pola satu set kursi dan lemari di badan drum. Kemudian, potong drum sesuai pola yang telah dibuat. Selanjutnya, tambahkan kerangka serta kaki-kaki untuk kursi dan lemari agar dudukannya lebih kuat. Febri memilih menggunakan besi beton dan baja.
Setelah drum berbentuk kerangka jadi, lakukan pengamplasan agar permukaan drum lebih halus dan bersih sehingga mudah saat pengecatan. Gunakan cat dasar agar hasil pengecatan akhir bisa memuaskan. “Di bengkel Umah Tong, standar pengecatan menggunakan cat mobil agar hasilnya bagus serta tahan terhadap panas dan hujan,” jelasnya.
Harga jual kursi tunggal di Galeri Umah Tong paling murah senilai Rp350 ribu, sedangkan yang termahal seharga Rp3 juta berupa kursi sofa dengan dua drum yang digabung menjadi satu. Kursi dan sofa yang diproduksinya kebanyakan dipesan untuk kebutuhan kafe outdoor.
Seiring menjamurnya bisnis kafe dan restoran, Febri mengaku kerap mendapat pemesanan dalam jumlah besar. “Dalam sebulan sekitar dua sampai tiga pesanan besar. Belum lama ini, misalnya, kami dapat pesanan besar 60 item set meja dan kursi untuk kafe di Bekasi,” jelas perajin asal Bandung ini.
Kendati pembuatan furnitur dan aksesori dari drum bekas cukup lama, Febri mengaku ia memperoleh margin yang lumayan lebih dari 50%. Misalnya, pembuatan satu sofa dibutuhkan modal Rp700 ribu, dan biasanya dijual berkisar Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta. Saat ini, workshop Galeri Omah Tong sudah melakukan diversifikasi produk dengan membuat kreasi lemari, wastafel, dan produk kreatif lain.
Sebagai perajin drum bekas, ternyata Febri tidak sendiri. Dasep yang sebelumnya pekerja kantoran, kini beralih profesi menjadi perajin. Ia tertarik untuk merancang kreasi furnitur dari tong-tong bekas sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi.
Drum-drum bekas yang merupakan limbah pabrik selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tong sampah ataupun pot bunga dan tanaman buah. Kini dengan sentuhan Febri, Dasep, dan perajin lain, drum bisa diubah menjadi beragam furnitur mulai dari meja, kursi, dan sofa.
Dasep terinspirasi dengan usaha ini saat ia bekerja di Toko Sumber Rejeki, Cikunir, Bekasi. Toko itu khusus perkulakan jual beli drum bekas sejak 2003. Kini, ia bersama rekan lainnya mengubah drum bekas menjadi furnitur. Dulu, sebuah drum bekas dihargai sekitar Rp100 ribu. Namun jika dibuat furnitur, harganya bisa naik hingga lima kali lipat menjadi Rp500 ribu.
Dasep menuturkan, permintaan kursi dan meja dari drum bekas belakangan ini sedang meningkat. Tong-tong bekas yang sudah dibuat menjadi kursi, sofa, meja, ataupun lemari dijual mulai dari Rp350 ribu sampai Rp1,3 juta per unitnya. Pengerjaan satu set kursi atau meja biasanya membutuhkan waktu sepekan sampai barang tersebut dikirim ke si pemesan.
Bahan baku drum bekas ini didapatkan dari kawasan industri di Cikarang. Peralatan untuk memotong dan mengolah drum tersebut pun sudah tersedia di tokonya. “Perbedaannya, kursi dicat dengan cat kendaraan agar bisa lebih tahan lama. Sementara itu, sofa joknya dioper ke tukang sofa agar pengerjaannya lebih rapi,” ujarnya.
Karena produknya masih baru, Dasep mengaku dirinya tidak membuat stok furnitur dari drum bekas di tokonya karena akan memakan tempat yang lebih luas. Jadi, ia menerapkan pembuatan dilakukan jika ada pesanan saja.
Cerita lain datang dari Sukarno, pemilik usaha drum bekas UD Mandiri di Serpong, Tangerang Selatan. Ia telah mencoba membuat kursi dan meja dari drum setahun terakhir. Sebelumnya selama belasan tahun, ia menggarap drum bekas menjadi tong sampah. Lalu, ia mulai mencoba membuat kursi dan sofa dari drum bekas karena permintaan dari konsumen.
Sukarno mulai rutin membuat sofa dari drum bekas sejak 2015. Hingga kini, ia sudah mengirimkan produk kerajinannya ke Jabotabek hingga Bandung. Ia mengaku jauh lebih untung membuat furnitur ketimbang pot dan tempat sampah dari drum bekas.
Bengkel milik Nano masih berkategori kecil. Dulu, bengkelnya bisa membuat 20 tong sampah sehari. Sekarang dalam satu bulan, kursi dan meja yang diproduksi minimal tiga set, tetapi marginnya bisa lebih besar. Dengan kreativitas, Nano, Dasep, dan Febri diuntungkan. Mengapa? Karena kerja lebih sedikit, tetapi uang yang diraup jauh lebih banyak. (Adyan Soeseno)