Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing ekonomi nasional di era globalisasi kini dan mendatang perlu untuk menyiapkan standarisasi produk agar hak masyarakat dapat dilindungi keberadaanya. Karena standarisasi produk dapat sebagai salah satu alat untuk mendorong pencapaian keunggulan kompetitif melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas industri.
Salah satu produk yang perlu ditingkatkan kuaitas produknya dengan menerepakan stadardisasi adalah pupuk. Pupuk yang berkualitas dan ber-SNI menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam sektor pertanian.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, nilai ekspor pertanian Indonesia antara 2019 dan 2020 meningkat dari Rp390,16 triliun menjadi Rp451,77 triliun atau naik 15,79 persen. Pada tahun 2020 ke 2021 nilai ekspor pertanian Indonesia mencapai Rp625,04 triliun atau naik 38,68 persen.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad mengatakan, sejalan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian Indonesia, BSN telah menetapkan 29 Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk. “Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib,” ungkap Kukuh.
Menurutnya, pupuk yang berkualitas dan ber-SNI menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam sektor pertanian. “Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani/pengguna,” jelas Kukuh.
Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib. SNI pupuk yang diberlakukan wajib tersebut adalah SNI 2801:2010 Pupuk urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk amonium sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk tripel super fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk kalium klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk fosfat alam untuk pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk organik padat; SNI 8267:2016 Kitosan cair sebagai pupuk organik–Syarat mutu dan pengolahan.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito menambahkan, SNI Pupuk tersebut ada yang bersifat sukarela, namun juga ada yang diberlakukan secara wajib.
Pemberlakuan SNI secara wajib, lanjut Wahyu, ditetapkan pemerintah dengan alasan ini untuk melindungi konsumen. “Untuk pupuk tertentu yang tidak sesuai spesifikasi, akan merusak unsur tanah, dan juga tanaman sehingga akan mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup,” ujar Wahyu.
SNI 2801:2010 Pupuk urea, misalnya, standar ini merupakan revisi dari SNI 02-2801-1998 dan disusun oleh Komite Teknis 65-06, Produk Kimia dan Agrokimia. Yang dimaksud pupuk urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran.
Jika salah satu persyaratan mutu dalam SNI tersebut tidak terpenuhi, maka akan berakibat pada kebaikan alami tanah dan juga keberhasilan tanaman. “Dalam SNI Pupuk urea persyaratan mutunya terbagi dua yakni butiran dan gelintiran. Mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%,” tambahnya.
Mengingat pentingnya persyaratan mutu SNI dan akibatnya jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk non SNI, yang sudah diberlakukan secara wajib SNI nya. (Achmad Ichsan)