Industri kulit, produk kulit, dan alas kaki di Indonesia menunjukkan kinerja yang positif. Hingga menjelang akhir 2017, investasi di sektor industri kulit telah mencapai Rp7,62 triliun atau naik empat kali lipat dibandingkan 2016.
Industri kerajinan kulit Indonesia tidak pernah ketinggalan dalam mengikuti perkembangan industri kulit dunia. Dalam Busan International Shoes Show (BISS) 2017 di Kota Busan, Korea Selatan, pada 2 hingga 4 November 2017 lalu, sejumlah pengusaha industri kerajinan kulit Indonesia hadir untuk melihat perkembangan industri kulit dunia.
BISS merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari industri alas kaki di Busan dan telah menjadi simbol bagi industri tradisional lokal sejak 1930. Pameran ini terus berkembang dengan produk dan komponen alas kaki berkualitas sebagai pusat industri alas kaki di Korea Selatan. BISS merupakan satu-satunya pameran sepatu di Korea Selatan yang menampilkan berbagai merek sepatu internasional, dan banyak dikunjungi oleh para pelaku sepatu dari berbagai negara.
Selain itu, di BISS juga terdapat fashion show yang menampilkan produk sepatu dan pakaian terbaik dengan desain menarik, seminar tentang sepatu yang memberikan informasi teknologi dan desain pembuatan sepatu, dan pertemuan bisnis bagi pelaku industri sepatu untuk saling bertukar informasi terkait industri dan perdagangan sepatu dari berbagai negara.
Tidak kalah dengan negara lain, industri kerajinan kulit Indonesia berpeluang untuk berkembang dan mampu bersaing di pasar internasional. Di sektor industri alas kaki dari kulit, Indonesia berhasil menduduki posisi kelima sebagai eksportir dunia setelah Tiongkok, India, Vietnam, dan Brasil dengan market share di pasar internasional mencapai 4,4 persen.
Tingkatkan Desain dan Branding
Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Ngakan Timur Antara, industri kulit, produk kulit, dan alas kaki dalam negeri perlu meningkatkan desain, suplai bahan baku, serta keberlanjutan industri untuk meningkatkan daya saing. “Kendati telah masuk ke pasar ekspor, produk kulit dari Indonesia masih harus mengejar produk negara lain dari segi desain dan branding,” tutur Ngakan.
Salah satu tantangan utama yang perlu mendapatkan perhatian di sektor industri kerajinan kulit ialah kecenderungan konsumen memilih produk bermerek. “Karena itu, kita perlu mendorong agar produk lokal kita merajai di tingkat nasional,” ujar Ngakan. Hal ini perlu dilakukan untuk menguasai pasar dalam negeri yang sangat besar.
Upaya tersebut dilakukan dengan mengangkat tema “Local Goods for Lifestyle” pada pameran produk industri kulit di dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat memacu tumbuhnya konsumsi produk kulit dan alas kaki di dalam negeri. Untuk itu, kualitas bahan baku perlu ditingkatkan, antara lain melalui penggunaan bahan-bahan alami dalam industri penyamakan kulit. Selain itu, diperlukan proteksi agar bahan baku kulit berkualitas tinggi tidak banyak diekspor ke luar negeri.
Berdasarkan data Trade Map, pertumbuhan ekspor industri kulit Indonesia memperlihatkan tren positif. Nilai ekspor produk kulit Indonesia pada 2015 sebesar US$4,85 miliar meningkat menjadi US$5,01 miliar pada 2016 atau meningkat 3,3 persen.
Menurut Ngakan, terdapat tiga faktor yang mendorong industri dapat maju, yakni investasi, teknologi, dan SDM. Ngakan menegaskan, khusus faktor SDM perlu dilakukan peningkatan kompetensi untuk memenuhi kebutuhan dunia industri saat ini. Karena itu, pendidikan vokasi diberikan guna menyiapkan tenaga kerja yang terampil. “Pemerintah juga terus memberikan bekal ilmu pengetahuan dasar terkait industri kepada anak didik di bangku sekolah yang akan dikembangkan oleh dunia industri,” tuturnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melaksanakan program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri. Program dimulai sejak Februari 2017 dan telah diluncurkan empat tahap hingga Oktober 2017. Wilayah pengembangan program tersebut meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, Jawa Barat, serta Sumatera bagian utara. Dari keempat tahap tersebut, Kemenperin telah melibatkan 565 industri dan 1.795 SMK.
Untuk mempromosikan produk unggulan industri kulit, produk kulit, dan alas kaki nasional, Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) menyelenggarakan Pameran Kulit, Produk Kulit, dan Alas Kaki 2017 di Plasa Pameran Industri pada 7 hingga 11 November 2017 dengan tema “Local Goods for Lifestye”.
Pada pameran ini, ditampilkan produk sepatu, tas, dompet, ikat pinggang, jaket, dan berbagai produk kulit lainnya. Pameran ini diselenggarakan sebagai wujud kontribusi industri kreatif indonesia dalam memajukan perekonomian nasional, serta menggalakkan dan mempromosikan produk IKM khususnya produk kerajinan kulit dan alas kaki.
Sekretaris Direktorat Jenderal IKM Eddy Siswanto berharap pasar produk kerajinan dan kesejahteraan para perajin lokal terus meningkat, sehingga memacu industri kerajinan kulit alas kaki kulit agar terus berkarya, berkreasi, dan berinovasi dalam menciptakan produk kerajinan lokal khususnya yang berbahan dasar kulit.
Harapan tersebut perlu didukung oleh upaya untuk mengatasi kendala yang dihadapi para perajin kulit, antara lain terbatasnya pasokan bahan baku kulit yang berkualitas. Selain sulitnya pasokan bahan baku dari dalam negeri, kurangnya pasokan bahan baku kulit juga disebabkan oleh hambatan dalam memperoleh bahan baku impor. Penyebabnya antara lain adanya peraturan karantina kulit dari Kementerian Pertanian yang membuat pasokan bahan baku kulit impor menjadi terhambat. (Ahmad Jauhari)