Batik merupakan salah satu karya budaya bangsa yang sudah tersohor sampai ke luar negeri. Hampir setiap daerah di negeri ini memiliki sentra kerajinan batik, terutama Pulau Jawa dan sekitarnya.
Pulau Madura yang terletak bersebelahan dengan Pulau Jawa ternyata juga memiliki beberapa sentra kerajinan batik, salah satunya di Kabupaten Bangkalan, Desa Tanjung Bumi. Desa ini memang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pengrajin sejak puluhan tahun lalu.
Menurut Rusli, salah satu pengrajin Batik di Desa Tanjung Bumi, kegiatan membatik ini berawal dari kejenuhan para ibu di kawasan pesisir yang mengisi waktu luang mereka sambil menunggu suami kembali dari berlayar di lautan.
Keadaan tersebut, lanjut Rusli, dialami sebagian besar wanita di Tanjung Bumi. Hampir semua laki-laki Tanjung Bumi mengabdikan diri pada pekerjaan yang berurusan dengan laut, baik sebagai pedagang antarpulau maupun nelayan. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan, mereka meninggalkan anak-istri untuk bergelut dengan ombak di tengah lautan lepas demi mencari nafkah.
Untuk melawan kesepian itu, tambahnya, sambil berharap-harap cemas atas keselamatan sang suami, mereka membatik. “Keadaan tersebut justru mengantarkan nama Tanjung Bumi dikenal sebagai sentra batik tulis, bahkan menembus batas hingga mancanegara,” terang Rusli.
Batik tulis yang dibuat ini memiliki ciri khusus yang membedakan dengan batik tulis dari daerah lainnya. Motif yang dibuat, di antaranya motif burung yang sudah pasti ada di batik Tanjung Bumi, Rongterong, Ramo, Perkaper, Serat Kayu, dan sebagainya.
Selain itu, lanjut Rusli, ada satu jenis batik yang menjadi andalan, yakni batik Gentongan. Nama batik Gentongan sendiri berasal dari kata “gentong” atau sejenis tempat besar yang biasa digunakan untuk menampung air.
Batik Gentongan memiliki corak dan warna yang spesial, karakter yang kuat, dan warna yang lebih tajam sehingga semakin menambah aura kewibawaan si pemakainya. Lama proses pembuatan batik Gentongan dan tingkat kesulitan dalam pengerjaan mempengaruhi harga yang ditawarkan. “Harga batik Gentongan ini berkisar di atas Rp2.000.000. Harga tersebut bisa didapatkan bila pelanggan langsung membelinya ke pengrajin,” ujar Rusli.
Batik Gentongan, lanjutnya, menduduki kualitas tingkat pertama terutama dalam pewarnaan. Waktu paling lama yang dibutuhkan ialah satu tahun mulai dari membuat corak, mewarnai, dan merendam batik dalam gentong.
Rusli menambahkan, di kawasan desa kerajinan batik Tanjung Bumi ini, tidak semua pengrajin bisa membuat batik Gentongan. Hal itu dikarenakan lamanya pembuatan batik Gentongan. “Untuk menyelesaikan selembar kain batik tulis tradisional motif Gentongan dengan bahan pewarna alami, dibutuhkan proses produksi hingga berbulan-bulan. Karena itu, harganya cukup mahal bahkan bisa mencapai jutaan rupiah,” jelas Rusli.
Kini, penjualan batik Rusli dengan merek dagang “RUSLI” maju pesat. Batik tulisnya telah menjadi komoditi perdagangan antarpulau, dan sebagian telah diekspor sekalipun belum dilakukan secara langsung tapi melalui pihak ketiga.
Bahkan, beberapa prestasi dan penghargaan pun telah diraih Rusli sebagai bentuk pengakuan atas keberhasilannya mengembangkan batik tulis, di antaranya Piala Upakarti dari Presiden RI pada 1992 di bidang pengabdian di industri batik tulis. “Saya terpilih karena dapat memenuhi pesanan 10 ribu batik tulis dengan tepat waktu,” kenangnya.
Terkait perkenalannya dengan BANK BRI, Rusli mengatakan, ia mulai berhubungan dengan BANK BRI pada 2011 ketika hendak mengajukan pinjaman untuk modal usahanya. “Waktu itu, saya butuh modal. Lalu, saya mengajukan pinjaman ke BANK BRI,” tuturnya.
Setelah pengajuan pinjamannya disetujui BANK BRI, lanjutnya, uang tersebut digunakan untuk membeli bahan kain dan kebutuhan lainnya. “Alhamdulillah, pembayaran cicilannya lancar,” imbuhnya. Ia pun sangat berterima kasih atas dukungan BANK BRI dalam mengembangkan usahanya. “Dengan bantuan pinjaman modal dari BANK BRI, usaha saya bisa berkembang,” pungkasnya. (Achmad Ichsan)