Sulitnya industri kerajinan nasional bersaing dengan raksasa industri kerajinan asing bukan karena mutu produk kerajinan yang kurang. Ternyata, pemanfaatan teknologi mutakhir untuk meningkatkan produksi masih kurang maksimal.
Perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang begitu cepat dan pesat. Sejak ditemukannya mesin dan komputer, dunia teknologi berkembang begitu drastis. Bahkan bisa dikatakan, setiap mengedipkan mata, di belahan bumi lain muncul inovasi teknologi terbaru.
Cepatnya perkembangan teknologi bahkan tidak terkejar oleh pihak terkait (stakeholder di negeri ini) sehingga banyak user (pengguna IT) yang merasa ketinggalan dengan kemajuan teknologi. Bahkan, semakin banyak masyarakat yang menjadi gaptek.
Pesatnya inovasi di dunia teknologi terutama untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan sebuah pekerjaan. Misalnya, dulu kita membutuhkan berhari-hari untuk mengirimkan surat ke negeri seberang; kini hanya dengan menggunakan handphone, kita bisa berkomunikasi jarak jauh. Bahkan suatu saat, kita diprediksi bisa berkunjung ke masa yang akan datang atau masa lalu dengan sebuah mesin waktu.
Nah belakangan ini, ada beberapa teknologi baru yang dirilis dan diprediksi dapat membantu masyarakat industri dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta mempermudah marketing ke seluruh penjuru dunia. Teknologi tersebut kini tengah mewabah di negara-negara industri maju di berbagai penjuru dunia.
Beberapa kelompok kerajinan yang menjadi andalan dikelompokkan berdasarkan asal bahan baku kerajinan tersebut dibuat. Pertama, produk kerajinan berbahan kain rajutan dan batik. Kedua, produk kerajinan berbahan kayu (mebel/furnitur). Ketiga, kerajinan berbahan besi (patung logam dan peralatan/senjata tradisional).
Sentuhan Teknologi Mutakhir pada Industri Kerajinan Kayu
Industri kerajinan berbahan kayu seperti mebel/furnitur dan kerajinan kayu nasional memiliki potensi besar untuk dapat memenuhi kebutuhan dunia. Hal ini dimungkinkan Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat memasok bahan tanpa mengharuskan impor terlebih dahulu. Negeri ini juga memiliki sumber daya manusia dengan kreativitas anak bangsa tanpa batas, melalui pahatan dan ukiran unik yang tidak ditemui di negara mana pun.
Produk mebel dan kerajinan kayu nasional tidak hanya disukai di dalam negeri, tetapi juga di negara-negara lain di dunia. Sebut saja, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Australia, Belgia, Korea Selatan, Italia, Taiwan, dan Uni Emirat Arab.
“Konsumen di mancanegara menyukai produk mebel dan kerajinan Indonesia,” kata Wakil Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki), Abdul Sobur. Menurutnya, produk kerajinan Indonesia memiliki ciri khas yang sangat menonjol, yaitu terdapat perpaduan antara bahan ramah lingkungan, keanekaragaman budaya, keterampilan yang mumpuni, serta inovasi desain yang relatif maju. “Sehingga tercipta produk Indonesia yang unik, inovatif, berkualitas, dan berstandar internasional,” ujarnya lagi.
Bahkan, produk mebel berbahan rotan buatan Indonesia pernah menjadi produk mewah dan ikon di kawasan Eropa. Kala itu, masyarakat kelas menengah atas di Eropa cenderung mengisi rumah mereka dengan furnitur dan mebel berbahan natural rotan.
Namun, fakta di lapangan masih menunjukkan bahwa industri mebel dan kerajinan kayu Indonesia belum tangguh menghadapi persaingan. Belum kuatnya industri mebel dan kerajinan Indonesia tidak lepas dari kendala yang dihadapi industri ini, yakni dukungan alat-alat produksi yang tidak merata dan menggunakan mesin tua yang tidak canggih.
Padahal, hal tersebut diperlukan untuk menopang proses produksi yang berkualitas serta lebih cepat dan efisien, sehingga dapat bersaing dengan produsen mancanegara. Dari data BPS, diketahui bahwa teknologi yang digunakan industri mebel dan kerajinan kayu Indonesia jauh ketinggalan. Hal ini bisa diketahui dari besarnya ekspor mebel dan kerajinan kayu Indonesia pada 2016 hanya mencapai US$1,6 miliar yang justru menurun dari tahun sebelumnya US$ 1,9 miliar. Sementara itu, ekspor mebel Indonesia dari Januari sampai Juni 2017 sebesar US$872 juta.
Industri mebel dan kerajinan Indonesia seharusnya bisa tumbuh lebih baik dibandingkan dengan China. Pasalnya, 85 persen bahan baku industri tersebut berada di Indonesia. Industri mebel dan kerajinan China dapat tumbuh US$55 hingga US$60 miliar karena China menggunakan teknologi terkini.
Untuk dapat mendorong industri mebel dan kerajinan kayu nasional terus tumbuh, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencanangkan sejumlah program pengembangan di sektor tersebut. Pertama, bantuan pengadaan mesin peralatan industri furnitur dan kerajinan. Kedua, pengembangan industri mebel dan kerajinan di luar Pulau Jawa. Ketiga, bantuan pendanaan dalam penyelenggaraan pameran furnitur dan kerajinan di dalam dan luar negeri.
Selain itu, Kemenperin juga mencanangkan program peningkatan penggunaan furnitur dan kerajinan sebagai bagian dari Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, industri mebel dan kerajinan kayu nasional juga perlu didukung dengan kegiatan penelitian dan pengembangan yang lebih kuat, terutama di bidang desain, teknik produksi, serta proses pengemasan dan penyelesaian produk.
“Bidang-bidang itulah yang menjadi ujung tombak bagi daya saing industri furnitur nasional yang bersifat fashionable dan lifestyle serta masuk kategori industri kreatif, sehingga inovasi dan kreativitas menjadi kunci sukses,” kata Airlangga.
Kemenperin melalui Ditjen Industri Agro secara berkelanjutan melakukan pendampingan pengembangan kemampuan SDM pada industri furnitur dan kerajinan kayu di bidang teknik desain ataupun teknik produksi, baik di sentra industri hulu maupun hilir.
Dengan segala dukungan yang ada, rencana penyediaan alat canggih dalam mengoptimalkan produksi mebel dan kerajinan kayu nasional sudah selayaknya berada di posisi teratas. Bandingkan dengan negara-negara tetangga yang mampu mengekspor lebih banyak, padahal tidak memiliki bahan baku dan tenaga kerja banyak, seperti Vietnam dan Malaysia. Menjadi nomor satu bukanlah suatu keniscayaan. (Adyan Soeseno)