Theo Setiaji Suteja, pemilik rumah dari kertas yang diberi nama The Griya Lombok itu, menjelaskan, sekitar 60 persen bangunannya berbahan baku kertas bekas yang dipadukan dengan sentuhan seni warna dan pahatan tiga dimensi yang tercetak di atas limbah kertas, berton-ton kertas bekas itu pun jadi terlihat indah di sekujur tubuh rumah.
Kemana pun mata memandang, semua bangunannya berbahan baku kertas. Rumah yang beralamat di Ampenan Selatan, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, mulai dari gerbang, berugak, rumah utama, hingga beberapa ornamen rumah, semua dari kertas bekas. Bahkan, hiasan kolam kecil lengkap dengan air mancur yang terus bergemericik terbuat dari kertas. “Kertas. Benar, ini kertas. Coba lihat,” ujarnya meyakinkan.
Theo memceritakan, ide membangun rumah dari bahan limbah kertas tersebut tidak muncul tiba-tiba. Berawal dari keresahannya, tentang limbah kertas yang terus menumpuk saban waktu.
“Sejak itu saya berpikir, kenapa bukan limbah kertas itu yang kita pakai untuk bangun rumah? Kalau itu yang kita lakukan, berapa pohon bisa kita selamatkan,” ujarnya.
Kemudian, Theo memulai riset kecil-kecilan dan mencari cara agar kertas bisa menggantikan kayu sehingga illegal logging (penebangan kayu secara liar) bisa dikurangi. Beberapa bulan bergulat dengan riset, bermodal kertas dan campuran lem, dia berhasil membuat pengganti batu bata yang kerasnya bahkan lebih kukuh daripada batu bata biasa. “Coba banting. Kalau bisa pecah, berarti Anda hebat,” tantangnya.
Menurutnya, batu bata dari bahan baku kertas tidak hanya membuat bobot rumah sangat ringan. Tetapi, konstruksinya bahkan sangat kukuh. Melebihi material yang selama ini dikenal banyak orang dalam membuat rumah. “Mau bandingin dengan batu bata atau batako? Ya jauh lebih kukuh ini,” tegasnya percaya diri.
Di dalam The Griya Lombok, juga ada ratusan hasil kerajinan tangan. Misalnya, perabot rumah. Sama, semua juga terbuat dari bahan baku limbah kertas. Misalnya, tempat duduk yang sekilas seperti terbuat dari akar pohon besar ternyata dibuat dari kertas bekas yang dihancurkan lalu dibentuk menjadi kursi yang unik.
Kemampuan Theo memadukan warna, lalu melukis kursi itu, membuat banyak orang menduga bahwa kursi itu terbuat dari akar kayu. Padahal, seluruhnya hanya berbahan baku kertas yang dicampur lem.
Theo lalu memamerkan meja, beberapa kursi, guci dengan pahatan naga khas milik kolektor Tiongkok, berbagai ornamen rumahan, topeng, tangan, dan berbagai karya kerajinan tangan lainnya. Semua terbuat dari kertas.
Theo menyebutkan, tidak kurang dari 200 karya seni telah dibuatnya dalam berbagai bentuk. Dia masih punya cita-cita untuk membuat 800 karya seni lagi dari bahan limbah kertas. Baru kemudian mimpi terbesarnya akan diwujudkan. “Rencananya saya akan siapkan sebuah ruangan atau galeri. Lalu menjadikannya Museum Paper Art sebagai tempat karya seni yang terbuat dari kertas terbesar dan pertama di dunia,” tegasnya. (Achamd Ichsan)